Cari Blog Ini

Rabu, 13 Maret 2013

Resensi Novel Burung-burung Manyar



BURUNG-BURUNG MANYAR

Judul Buku      : Burung-burung Manyar
Pengarang       : Y.B. Mangunwijaya
Penerbit           : Djambatan, 1988
Tebal               : xi + 261 halaman
Cerita ini terjadi di zaman modern, dengan mengambil latar belakang kehidupan masa lalu. Dimasa pemerintahan KNIL Belanda keluarga Teto termasuk keluarga berkecukupan dan terpandang. Kedua orang tuanya begitu menyayanginya. Semua keinginannya selalu tituruti. Dia juga bebas bergaul dengan orang-orang inlander atau anak-anak Belanda ataupun Indo-Belanda karena ayahnya adalah salah satu orang yang berpangkat di dalam ketentaraan KNIL Belanda. Ayahnya seorang Letnan tamatan Akademi Militer Breda di Belanda. Letnan Barjabasuki, ayah Teto ini waktu itu menjabat sebagai seorang Kepala Garnisun Devisi II di Magelang. Kedua orang tua Teto yang nama sebenarnya Setadewa ini bukanlah keturunan orang sembarangan. Ayah Teto sendiri keturunan bangsawan Keraton. Sedangkan ibu Teto keturunan Indo-Belanda.
Masa kecil Teto betul-betul hidup dalam masa keemasan orang tuanya. Itulah sebabnya Teto begitu bangga pada ayahnya. Dia selalu bercita-cita ingin menjadi orang seperti ayahnya. Dia bercita-cita hendak menjadi seorang tentara KNIL Belanda seperti ayahnya. Sebab menurutnya, dengan bergabung dan mengabdi pada KNIL Belanda, maka kehidupannya akan baik, disegani, dan dihormati. Karena pada masa kecilnya penuh dengan kelimpahan di masa KNIL Belanda, maka ketika tentara KNIL Belanda diusir Jepang dari Indonesia, Teto begitu terpukul. Kehidupan keluarganya mendadak berubah kacau. Ayahnya ditangkap dan disiksa oleh tentara Jepang. Ayahnya hampir saja dibunuh oleh tentara Jepang, tapi untung nyawa ayahnya diselamatkan oleh ibunya. Waktu itu pemimpin tentara Jepang yang menahan ayahnya memberi pilihan pada ibu Teto; bersedia menjadi wanita penghibur pimpinan tentara Jepang itu atau kalau tidak bersedia, maka nyawa suami akan melayang! Ibu Teto memutuskan bersedia menjadi wanita penghibur pimpinan tentara Jepang itu demi nyawa suaminya! Berkat pengorbanan istrinya itu, ayah Teto selamat. Dia dibebaskan tentara Jepang. Betapa hancur hati Teto menyaksikan kenyataan itu. Dia begitu dendam pada tentara Jepang. Perlakuan tentara Jepang terhadap kedua orang tuanya dan sekaligus menghancurkan masa gemilang keluarganya. Teto bertekad akan membalas semua perlakuan tentara Jepang itu sampai kapanpun.
Tiga tahun kemudian giliran Jepang yang yang hengkang dari Indonesia, tentara KNIL Belanda masuk lagi ke Indonesia berlindung dengan tentara Sekutu. Hati Teto gembira menyambut kembali kedatangan tentara KNIL di Indonesia. Teto gembira karena dengan demikian cita-citanya menjadi seorang tentara KNIL Belandaakan menjadi kenyataan. Teto pun langsung berusaha bergabung dengan tentara KNIL. Berkat bantuan seorang Mayor yang bernama Verbruggen, Teto diterima menjadi tentara KNIL. Dan sejak itu, Teto menjadi tentara KNIL Belanda. Betapa bangga hati Teto setelah berhasil menjadi seorang tentara KNIL Belanda. Dia bekerja dengan penuh kedisiplinan. Tugas-tugas yang diberikan pimpinannya kepadanya semua Teto selesaikan dengan baik. Itulah sebabnya, Teto b egitu disayang oleh pimpinannya. Hanya dalam waktu dua bulan saja Teto sudah menjadi seorang Komandan Patroli dengan pangkat Letnan Dua.
Lain nasib Teto, lain pula nasib Ibunya, Maurice. Ibu Teto mengalami nasib yang naas. Karena sudah tidak tahan lagi menanggung penderitaan lahir maupun batin, Ibu Teto mengalami gangguan jiwa dan menjadi pasien tetap sebuah rumah sakit jiwa di Bogor. Sedangkan ayah Teto nasibnya tidak jelas. Namun menurut informasi Mayor Verbuggen, Letnan Barjabasuki saat ini bergabung dengan tentara Republik. Dengan demikian, Letnan Barjabasuki termasuk seorang buronan tentara KNIL Belanda. Juga berarti bahwa Letnan Barjabasuki menjadi burunan anaknya sendiri, yaitu Letnan Dua Teto.
Kejayaan Letnan Dua Teto sebagai seorang Komandan Patroli tentara KNIL Belanda tidak berjalan lama. Masalahnya, tentara KNIL Belanda makin lama makin lemah. Perlawanan Rakyat Republik Indonesia terhadap gempuran-gempuran tentara KNIL Belanda tidak pernah kendur. Lama kelamaan tentara KNIL Belanda menjadi frustasi juga. Tentara KNIL Belanda yang hendak menguasai seluruh wilayah Tanah Air Indonesia itu akhirnya melemah semangatnya. Akhirnya mereka mengalah. Tentara KNIL Belanda balik ke negerinya. Dengan kekalahan tentara KNIL itu, otomatis Teto menjadi kecut juga. malah dia menjadi malu sendiri pada dirinya. Dia sangat malu lagi terhadap Larasati, wanita yang sangat dicintainya itu. Masalahnya Larasati berjuang membela bangsanya sendiri, sedangkan Teto malah membela musuh. Waktu itu Larasati mengabdi di Departemen Luar Nageri. Karena malu hati, Teto kemudian memutuskan untuk keluar dari Indonesia. Teto pergi ke Amerika. Di Amerika. Teto masuk ke Universitas Harvard mengambil jurusan komputer. Akhirnya Teto mampu menyelesaikan studinya di Harvard itu. Dia mendapat gelar Doktor.
Tamat dari Harvard, Teto bekerja di sebuah perusahaan besar di Amerika. Perusahaan itu bernama Pacific Oil Wells Company. Di perusahaan minyak itu, Teto bekerja sebagai tenaga analisis komputer. Rupanya perusahaan Pacific Oil Wells Company ini waktu itu sedang menjalin hubungan dengan pihak Pemerintah Indonesia. Selama bekerja di perusahaan Pacific Oil Wells Company itu, kesejahteraan Teto sangat terjamin malah Teto menikahi anak salah seorang Direktur perusahaan itu. Nama istrinya Barbara. Akan tetapi hati Teto tetap tidak tenang juga. dia tidak bahagia hidup di negeri orang. Hatinya tergoda ingin kembali ke Tanah Air. Dia rindu dengan orang-orang yang dicintainya. Dia ingat ibunya dan Larasati kekasih yang sangat dicintainya itu. Semakin besar keinginan Teto untuk kembali ke Tanah Air, ketika Teto menemukan adanya kecurangan dalam perhitungan keuangan di perusahaannya. Perusahaanya telah melakukan kecurangan dalam perhitungan keuangan dengan pihak Indonesia. Dan Teto bertekad untuk membongkar kecurangan tersebut. Apapun resikonya, walaupun sampai dia dikeluarkan dari perusahaannya Teto tidak takut. Akhirnya Teto kembali ke Indonesia. Dia kembali ke Indonesia setelah bercerai dengan Barbara istrinya itu. Sampai di Tanah Air, hati Teto gelisah. Perasaannya berkecamuk. Indonesia telah berubah sangat jauh dari perkiraan Teto. Pembangunan bergerak di mana-mana. Disamping kekagumannya itu, Teto juga langsung ingat akan peristiwa-peristiwa yang dulu pernah dialaminya. Dia teringat akan dirinya yang telah salah berjuang membela pihak Belanda dan bukannya membantu Tanah Airnya sendiri. Namun dia juga ingat akan kejayaannya semasa masih bersama kedua orang tuanya di masa KNIL dulu itu. Dia juga ingat bagaimana ibunya berkorban demi menyelamatkan nyawa ayahnya. Juga dia langsung teringat pada Larasati, kekasih yang sangat dirindukan. Dia malu pada Larasati. Dia takut bertemu dengannya. Namun hatinya sangat rindu pada Larasati.
Secara diam-diam Teto hadir dalam acara presentasi gelar Dokter yang akan dilakukan Larasati di Jakarta. Selama dalam acara presentasi itu, Teto hanya diam saja dan sembunyi di balik orang-orang yang hadir saat itu. Setelah Larasati selesai membacakan desertasinya, Larasati mendapat sambutan hangat dari para hadirin. Waktu orang-orang memberi ucapan selamat pada Larasati, Teto tidak berani melakukannya. Padahal dia ingin sekali melakukannya. Tapi karena malu dia diam saja. Perasaan malu dan bersalah Teto semakin besar ketika dia mendengarkan uraian desertasi yang dibacakan Larasati dalam persidangannya itu. Desertasi Dokter yang dibawakan Larasati waktu itu membicarakan masalah Burung-burung Manyar dengan segala tingkah lakunya. Dia begitu malu, sebab tingkah laku Burung-burung Manyar itu seperti tingkah laku dirinya.
Walaupun Teto sudah berusaha untuk untuk tidak sampai bertemu dengan Larasati, namun nasib berkehendak lain. Esoknya, tiba-tiba Larasati dan suaminya datang ke tempat Teto menginap. Betapa terkejutnya Teto. Hatinya langsung berdebar-debar ketika bertatapan dengan Larasati. Sebenarnya Larasati juga mempunyai perasaan yang sama dengan Teto. Dia juga pernah menaruh hati pada Teto sewaktu masih remaja. Teto menyadari bahwa dia masih mencintai Larasati. Namun Larasati sekarang sudah menjadi milik orang lain, yaitu Janakatamsi seorang pemuda anak Direktur Rumah Sakit Jiwa Keramat. Dan di Rumah Sakit Jiwa Keramat ibunya Teto dulu dirawat sampai akhir hayatnya.
Janakatamsi dapat menangkap gelagat itu. Suami Larasati ini memahami betul bahwa Larasati, istrinya itu mempunyai cerita tertentu dengan Teto. Dia tahu bahwa istrinya pernah menjadi kekasih Teto sebelumnya. Makanya dengan bijak Janakatamsi menawarkan pada Teto agar Teto bersedia menjadi kakaknya. Mendengar ajakan itu, Teto sangat terharu. Dan Teto pun tidak menolak ajakan itu. Atas ajakan itu, Teto bersedia mengunjungi rumah ibunya Larasatidi Bogor. Ibu Larasati, yaitu Ibu Ananta. Orangnya sangat ramah. Ibu Ananta sudah kenal lama dengan keluarga Teto. Karena sejak dulu keluarga Larasati dan Teto sudah bersahabat.
Janakatamsi juga begitu juga mendukung niat Teto untuk membongkar kasus kecurangan yang terjadi dalan perusahaan Pacific Oil Wells Company tempat Teto bekerja itu. Atas bantuan Janakatamsi, Teto berhasil membongkar kasus kecurangan keuangan tersebut. Namun akibatnya Teto di keluarkan dari perusahaannya.
Belum habis kesedihan Teto karena dikelurkan dari perusahaannya. Datang lagi kabar duka yang dia terima. Larasati dan suaminya Janakatansi, meninggal dunia dalam kecelakaan pesawat sewaktu berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Pesawat yang membawa Larasati dan suaminya jatuh di Colombo. Demi membalas segala kebaikan yang selama ini telah diberikan oleh Larasati dan suaminya, Teto memutuskan untuk mengasuh ketiga anak Larasati dan Janakatamsi. Dia berjanji akan menjaga dan mendidik ketiga anak itu agar menjadi anak-anak yang berbakti pada bangsa dan negara.
Burung-burung Manyar termasuk karya novel mutakhir Indonesia. Novel ini termasuk salah satu novel mutakhir yang sangat digemari oleh pembacanya. Novel ini termasuk novel psikologis. Penulis novel ini adalah Y.B. Mangunwijaya. Diterbitkan oleh penerbit Djambatan 1988. Ini cerita terjadi di zaman modern dengan mengambil latar belakang kehidupan masa lalu, masa revolusi dan masa penjajahan Jepang maupun Belanda. Ini terjadi di Indonesia (Jakarta dan Bogor). Cerita seorang anak manusia yang selalu merasa gagal dalam menjalani hidup karena trauma masa lalu. Novel ini adalah novel lama.
Dalam penceritaannya novel ini menceritakan beberapa tokoh. Diantaranya Teto, Larasati, Janakatamsi, Letnan Barjabasuki(ayah Teto), ibu Teto, Mayor Verbruggen, Bu Antana, dan Barbara. Tetapi tokoh-tokoh tersebut tidak semuanya diceritakan secara gamblang, diceritakan  hanya  sekilas. Alhasil cerita terasa menggantung dan rumit karena banyaknya tokoh yang bermunculan. Selain itu, cerita pun terasa lebih rumit karena banyaknya kalimat yang diulang-ulang. Sehingga pada novel ini terdapat banyak pemborosan kata.  Walaupun demikian, penulis beranggapan novel ini cukup menarik untuk dibaca karena memang ceritanya yang menarik.

Resensi Novel Azab dan Sengsara


 
AZAB DAN SENGSARA

Judul buku      : Azab Dan Sengsara
Pengarang       : Merary Siregar
Penerbit           : Balai Pustaka, 2005
Tebal               : xi + 163 halaman
Ini cerita yang terjadi dalam lingkungan masyarakat Minangkabau dengan segenap adat istiadat yang melingkupinya. Tempat terjadinya  cerita ini di dearah  kota Sipirok Padang,  hidup seorang bangsawan kaya raya. Bangsawan kaya raya ini mempunyai seorang anak laki-laki. Anaknya yang laki-laki bernama Sutan Baringin. Sutan Baringin sangat dimanjakan oleh ibunya. Segala keinginan Sutan Baringin selalu dituruti oleh ibunya. Akibatnya, setelah Sutan Baringin besar, ia tumbuh menjadi seorang pemuda yang angkuh, keras, berperangai jelek, dan suka berfoya-foya.
Sutan Baringin oleh kedua orang tuanya dikawinkan dengan Nuria, seorang perempuan baik-baik pilihan ibunya. Walaupun sudah berkeluarga, Sutan Baringin masih suka berfoya-foya menghabiskan harta orang tuanya. Dia suka berjudi bersama Marah Sait, sahabatnya. Sewaktu ayah Sutan Baringin meninggal dunia, Sutan Barin  Baringin bangkrut, dan memiliki banyak hutang.
Sutan Baringin mempunyai dua orang anak hasil perkawinannya dengan Nuria. Anaknya yang satu adalah perempuan bernama Mariamin. Sedangkan satunya lagi laki-laki (namun tidak di ceritakan oleh pengarangnya). Akibat tingkah ayahnya yang suka berjudi dan banyak hutang itu, Mariamin menjadi seorang  anak yang cukup di hina di kampungnya kerena kemiskinan kedua orang tuanya. Cinta perempuan yang baik hati ini dengan seorang pemuda bernama Aminuddin terhalang oleh kemiskinan yang di alami Mariamin.
Aminuddin adalah anak Baginda Diatas, seorang bangsawan kaya yang sangat di segani di daerah Sipirok. Sebenarnya Baginda Diatas masih mempunyai hubungan sepupu dengan Sutan Baringin, ayah Mariamin. Ayah Baginda Diatas dengan ayah Sutan Baringin adalah kakak-beradik. Aminuddin dan Mariamin sudah bersahabat sejak kecil. Setelah keduanya sama-sama dewasa, mereka sama-sama saling jatuh cinta. Aminuddin sangat mencintai Mariamin,dan berjanji pada Mariamin dia akan melamar Mariamin setelah dia mendapat pekerjaan. Keadaan keluarga Mariamin yang miskin bukanlah masalah bagi Aminuddin. Niat Aminuddin untuk menikahi Mariamin, dia beritahukan kepada kedua orang tuanya. Ibu Aminuddin tidak keberatan dengan niat Aminuddin itu. Karena ibu Aminuddin sudah sangat mengenal baik siapa keluarga Mariamin. Keluarga Mariamin masih termasuk keluarga mereka juga. Selain itu, ibu Aminuddin juga merasa kasihan kepada keluarga Mariamin yang miskin. Dengan menikah dengan Aminuddin anaknya, dia berharap keadaan ekonomi keluarga Mariamin bisa terangkat lagi.
Namun, ayah Aminuddin yaitu Baginda Diatas tidak setuju dengan niat Aminuddin untuk menikah dengan Mariamin. Kalau Aminuddin menikah dengan Mariamin, Baginda Diatas akan merasa malu. Karena dia adalah seorang keluarga bangsawan yang terpandang dan kaya raya, sedangkan keluarga Mariamin adalah keluarga miskin. Namun ketidak setujuannya tidak di perlihatkan secara terbuka pada istrinya dan Aminuddin anaknya. Baginda Diatas dengan cara yang halus berusaha menggagalkan usaha Aminuddin untuk menikahi Mariamin. Salah satu usaha yang di lakukan Baginda Diatas adalah membawa istrinya pergi ke dukun, untuk meramal peruntungan Aminuddin kalau nantinya menikah dengan Mariamin. Namun sebelum dia dan istrinya berangkat ke rumah dukun itu, sebelumnya Baginda Diatas sudah titip pesan pada dukun itu agar memberi jawaban bahwa Amiinuddin tidak akan beruntung jika menikah dengan Mariamin. Baginda Diatas dan istrinya bertemu dukun itu . Disaksikan sendiri oleh istrinya, dukun itu mulai meramal peruntungan perkawinan Aminuddin dengan Mariamin. Jawaban dukun itu sangat menguntungkan Baginda Diatas, karena memang begitulah pesannya.  Sang dukun mengatakan dengan tegas bahwa Aminuddin akan mengalami nasib jelek jika menikah dengan Mariamin. Ibu Aminuddin tidak bisa berbuat apa-apa setelah mendengar jawaban dukun itu. Ibu Aminuddin juga dengan terpaksa menuruti kehendak suaminya untuk segera mencarikan jodoh yang sesuai untuk Aminuddin. Kedua orang tua Aminuddin pun langsung melamar seorang perempuan berada menurut pilihan mereka. Setelah si perempuan dilamar, Baginda Diatas langsung mengirim telegram kepada Aminuddin yang sedang mencari pekerjaan di Medan. Telegram itu berisi berita bahwa Aminuddin disuruh menjemput calon istri dan keluarganya di Stasiun Kereta Api Medan. Sewaktu menerima telegram, Aminuddin sangat gembira. Karena dia menyangka bahwa calon istrinya yang akan dia jemput di Stasiun Kereta Api itu adalah Mariamin. Tetapi, setelah bertemu di Stasiun Kereta Api, ternyata calon istrinya bukanlah Mariamin, Aminuddin pun sangat kecewa. Namun sebagai anak yang harus berbakti pada kedua orang tua, dengan terpaksa Aminuddin menikah dengan perempuan pilihan orang tuanya itu. Kenyataan itu Aminuddin beritahukan pada Mariamin. Mendapat berita itu Mariamin sangat sedih, hatinya hancur.
Setahun setelah kejadian itu, Mariamin dan ibunya terpaksa menerima lamaran dari Kasibun seorang kerani di Medan. Kasibun waktu itu mengaku bahwa dia masih lajang. Karena Kasibun bekerja di Medan, Mariamin kemudian di bawanya ke Medan. Sampai di Medan barulah terbuka siapa Kasibun sebenarnya. Kasibun adalah lelaki hidung belang. Sebenarnya Kasibun sebelum menikah dengan Mariamin sudah mempunyai istri. Istrinya di ceraikan karena akan menikah dengan Mariamin. Hati Mariamin sangat terpukul mengetahui kenyataan itu. Namun sebagai seorang istri yang beragama, walaupaun dia benci dan tidak mencintai suaminya, Mariamin tetap berusaha menjadi seorang istri yang baik.
Kerlakuan Kasibun pada Mariamin sangat keterlaluan, setelah Aminuddin pulang bertamu dari rumah mereka. Kasibun begitu cemburu pada Aminuddin, menurutnya cara penyambutan Mariamin pada Aminuddin sangat berlebihan. Padahal Mariamin menyambut Aminuddin biasa saja. Akibat kecemburuannya itu, Kasibun menyiksa Mariamin habis-habisan.Perlakuan kasar Kasibun yang terus-terusan itu membuat Mariamin hilang kesabaran. Dia sudah tidak tahan lagi hidup menderita disiksa tiap hari oleh Kasibun. Akhirny Mariamin melaporkan perbatan suaminya pada polisi di Medan. Mariamin langsung minta cerai dari Kasibun, dan permintaan cerainya dikabulkan oleh hakim agama di Padang.
Setelah bercerai dengan Kasibun, Mariamin kembali ke kampung halamannya dengan perasaan penuh kesedihan. Kesengsaraan dan penderitaan batin serta fisiknya terus mendera Mariamin dari kecil hingga dia meninggal dunia.
Azab dan sengsara termasuk salah satu novel Pujangga Angkatan 20 atau Angkatan Balai Pustaka. Menurut para pakar sastra atau ahli sastra novel ini adalah novel pertama Indonesia. Pengarang novel ini adalah Merary Siregar. Ini termasuk novel yang menceritakan tentang adat istiadat, yaitu adat istiadat orang Minangkabau. Tempat terjadinya di daerah Sipirok Padang dan Medan Sumatera Utara.
Novel ini mempermasalahkan tentang kawin paksa, dimana masalah-masalah perjodohan anak-anak muda masih ditentukan oleh kedua orang tua mereka. Novel ini menceritakan tentang azab yang diterima satu keluarga karena perbuatan ayahnya yang suka burjudi dan menghambur-hamburkan uang. Akibatnya dia dan keluarganya menjadi miskin dan begitu sengsara. Kesengsaraan itu terus mendera keluarga tersebut sampai akhir hayat keluarga tersebut. Namun novel ini juga memiliki kekurangan yaitu masih memakai bahasa daerah yaitu bahasa Melayu ataupun bahasa Padang. Seperti kata ‘angkang’, ‘martandang’ dan lain-lain. Bagi orang yang tidak memahami bahasa tersebut, akan sulit untuk mengerti kata-kata yang ada pada novel ini. Walaupun demikian, penulis beranggapan novel ini cukup menarik untuk dibaca karena memang ceritanya yang menarik.